Dalam kehidupan sehari-hari sebagai mahasiswa, seringkali kita dituntut
oleh orang tua sesuatu yang hampir mustahil untuk dilakukan. Seringkali
orang tua menuntut kita bukan hanya berprestasi di bidang akademik,
namun juga aktif di kehidupan berorganisasi dan juga aktif
bersosialisasi dengan semua orang. Pada kenyataannya, sering kali orang
tua tidak memahami betapa hal itu sebenarnya hampir mustahil untuk
dilakukan.
Permasalahannya, sebagai seorang mahasiswa, waktu 24 jam dalam sehari
sangatlah tidak mencukupi untuk mencapai ketiga hal tersebut, prestasi
akademik, keaktifan berorganisasi dan juga bersosialisasi. Ibaratkan
sama dengan Impossible Trinity dalam ilmu Ekonomi yang mencantumkan bahwa dalam praktek menerapkan fixed exchange rate, negara tidak bisa mencapai tiga tujuan pokok sekaligus dan harus ada satu yang dikorbankan (Mundell-Fleming, 1960), Impossible Trinity juga berlaku dalam kehidupan bermahasiswa, sangat jarang mahasiswa yang berhasil mencapai ketiga hal tersebut.
Prestasi Akademik
Hal yang paling sering dituntut oleh orang tua adalah agar anak-anaknya
mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya. Tidak jarang
anak-anak dituntut untuk mencapai cum laude, atau bahkan summa cum laude.
Yang tidak diketahui oleh orang tua adalah betapa banyak waktu yang
harus diluangkan oleh seorang mahasiswa untuk belajar agar dapat
mencapai prestasi tersebut. Memang, tidak pelak lagi tugas dari gelar
siswa dari kata mahasiswa yang kita sandang adalah belajar. Maka dari
itu, secara subjektif, tugas dari seorang mahasiswa yang paling pokok
adalah mencapai prestasi akademik setinggi-tingginya.
Akan tetapi, bukan berarti hal itu melegalkan seorang mahasiswa yang
belajar terus menerus dan meninggalkan kehidupan bersosialisasi dan
keorganisasian. Belajar saja tidaklah menjamin masa depan dari seseorang
karena banyak aspek lain yang dibutuhkan untuk mencapai sukses. Karena
itulah timbul berbagai teori di samping IQ seperti EQ, SQ, maupun
lain-lainnya. Oleh karena itu, walau belajar sudah menyita 70% waktu
kita, 30% sisa waktu yang ada seharusnya dimanfaatkan untuk dua hal
lainnya.
Berorganisasi atau Bersosialisasi
Seringkali
orang-orang menganggap bahwa berorganisasi sama saja dengan
bersosialisasi. Walaupun tidak bisa dibilang salah, secara pribadi,
berorganisasi tidaklah sama dengan bersosialisasi. Cara pandang dalam
suatu masalah dari orang yang terlalu terjun ke sebuah organisasi secara
tidak langsung akan sesuai dengan cara pandang organisasi dalam masalah
tersebut. Perbedaannya dari orang yang bersosialisasi dengan berbagai
jenis orang, mereka akan mendapat perspektif dari masalah tersebut dari
berbagai sudut pandang. Jadi baik berorganisasi maupun bersosialisasi
masing-masing ada sisi positifnya masing-masing.
Dalam kehidupan berorganisasi, sering kali mahasiswa dituntut untuk
terjun secara langsung dan total dalam kehidupan berorganisasi. Bisa
saja mahasiswa hanya sesekali berkumpul dengan organisasinya, akan
tetapi tentu saja posisi yang dicapai tidak dapat mencapai posisi yang
‘strategis’. Untuk mencapai posisi tertinggi, contohnya Ketua Himpunan,
seorang mahasiswa dituntut untuk secara total mencurahkan perhatiannya
dalam kepentingan-kepentingan himpunan. Tentu saja diharapkan pengalaman
ini dapat bermanfaat dalam kehidupan berorganisasi yang akan dialami di
pekerjaan yang akan datang. Akan tetapi, sering kali karena terlalu
mendalami organisasi tersebut, seseorang akan menjadi terlalu
memprioritaskan kepentingan organisasi dan melihat segala sesuatu dari
‘kacamata’ sang organisasi. Hal itu tidaklah terlalu menyenangkan bagi
orang-orang dengan kepentingan yang lain.
Sedangkan dalam bersosialisasi, keuntungan yang bisa didapatkan adalah kita bisa memiliki networkingyang
kelak diharapkan bisa bermanfaat di masa yang akan datang. Dan juga
cara pandang kita dalam memahami suatu problema tidak akan terlalu
terkotak-kotak. Sebuah problem tidak selalu harus diselesaikan dengan
cara A, akan tetapi ada juga cara penyelesaian B atau C. Tentu saja
bersosialisasi sangatlah menyenangkan dan jika memungkinkan, 100% waktu
kita dengan sangat senang hati ingin kita curahkan untuk bersosialisasi.
Akan tetapi komitmen dan tanggung jawab hanya dapat dilatih jika kita
mau mencurahkan waktu kita dalam kehidupan berorganisasi atau berjuang
mencapai prestasi tertentu.
Mahasiswa Tidak Ada Yang Sempurna
Sebagai seorang mahasiswa, tidaklah mungkin kita menjadi sosok yang
patut disebut sebagai mahasiswa yang sempurna. Bisa saja kita membagi
secara rata waktu kita untuk ketiga hal tersebut, akan tetapi untuk
menjadi yang terbaik di ketiga hal tersebut hampir tidak mungkin,
kecuali mahasiswa tersebut adalah seorang jenius yang bisa mencapai
prestasi akademik tertinggi dengan hanya sedikit belajar, tentu saja
sisa waktunya bisa digunakan untuk berorganisasi atau bersosialisasi.
Membaca beberapa waktu yang lalu bagaimana seorang mahasiswa melakukan
tindakan bunuh diri karena stress, secara pribadi saya merasa prihatin.
Bunuh diri bukanlah tindakan yang bijak karena walau segala sesuatu
terasa begitu kacau sekarang, kita tidak akan tahu bagaimana keadaan
mungkin akan berbalik seratus delapan puluh derajat beberapa saat yang
akan datang.
Mahasiswa diharapkan secara masak-masak untuk memikirkan apa yang
menurut mereka paling baik untuk masa depan mereka. Jangan takut untuk
melakukan kesalahan karena lebih baik melakukan kesalahan sekarang dan
belajar daripada terlambat di masa yang akan datang. Untuk para orang
tua, janganlah menuntut terlalu banyak dari anak-anaknya. Menjadi
seorang mahasiswa yang sempurna hampir mustahil untuk dilakukan, akan
tetapi kami, para mahasiswa, sedang berjuang untuk mencoba mencapai hal
tersebut. Yang kami butuhkan adalah dukungan dari orang tua
0 komentar:
Posting Komentar